Hai sobat, kali ini saya akan berbagi artikel tentang Pengertian Inteligensi dan IQ serta Perbedaan. Menurut David Wechsler, inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. secara garis besar dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional.
Oleh karena itu, inteligensi ini tidak bisa kita amati secara langsung, melainkan perlu disimpulkan melalui berbagai tindakan nyata yang mana menjadi manifestasi dari proses berpikir rasional itu sendiri.
Tapi sebelumnya bagi sobat yang ingin mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian-ujian, Ruangguru telah menyediakan yang namanya Ruang Latiahan. ini adalah sarana latihan soal mandiri berbasis web bagi siswa, yang terdiri dari 30.000 pertanyaan dalam berbagai mata pelajaran. Uniknya, latihan ini dikemas dalam bentuk game Pertualangan Nusantara untuk menambah wawasan siswa akan Indonesia. Jika sobat tertarik sobat bisa langsung klik link berikut ini : Ruangguru.com.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah:
Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan diantara 2 anak kembar, hubungan nilai tes IQnya cukup tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dirawat secara terpisah, IQ mereka memiliki hubungan yang sangat erat, meskipun mereka tidak kenal satu sama lain sebelumnya.
Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang sifatnya kognitif emosional dari lingkungan juga memiliki peranan yang sangat besar.
Inteligensi dan IQ
Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi telah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient merupakan skor yang didapat dari suatu alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Skor IQ awalnya diperhitungkan dengan melakukan perbandingan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1.
Skor tersebut selanjutnya dikalikan 100 dan digunakan sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.
Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis menciptakan suatu desain alat untuk evaluasi yang bisa dipergunakan untuk melakukan identifikasi terhadap murid-murid yang membutuhkan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang begitu pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya yaitu menentukan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age.
Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan dalam melakukan pengukuran kecerdasan anak-anak hingga umur 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman menyatakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari faktor umum saja (general factor), melainkan juga terdiri dari faktor-faktor yang jauh lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence).
Alat tes yang dikembangkan berdasarkan teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) bagi orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) bagi anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang detail ini memberikan individu suatu keaddan yang memungkinkan untuk tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan khusus setelah melalui suatu percobaan.
Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang dipakai untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut dengan tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory.
Contoh dari Scholastic Aptitude Test yaitu tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Inteligensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan.
Walau ada anggapan yang menyatakan kreativitas memiliki korelasi yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang didapat dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula.
Namun semakin tinggi nilai IQ, tidak mesti diikuti tingkat kreativitas yang juga tinggi. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak dijumpai adanya korelasi antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang sifatnya divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang telah diberikan sebelumnya.
Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan.
Ini merupakan dampak dari pola pendidikan tradisional yang mana kurang memperhatikan aspek pengembangan proses berpikir secara divergen walau kemampuan ini terbukti memilik peran didalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
Nah sekian artikel dari saya mengenai Pengertian Inteligensi dan IQ serta Perbedaan, semoga bermanfaat dan jangan lupa untuk like dan share artikel ini ya jika memang bermanfaat untuk sobat. Terima kasih.
Oleh karena itu, inteligensi ini tidak bisa kita amati secara langsung, melainkan perlu disimpulkan melalui berbagai tindakan nyata yang mana menjadi manifestasi dari proses berpikir rasional itu sendiri.
Tapi sebelumnya bagi sobat yang ingin mempersiapkan diri dalam menghadapi ujian-ujian, Ruangguru telah menyediakan yang namanya Ruang Latiahan. ini adalah sarana latihan soal mandiri berbasis web bagi siswa, yang terdiri dari 30.000 pertanyaan dalam berbagai mata pelajaran. Uniknya, latihan ini dikemas dalam bentuk game Pertualangan Nusantara untuk menambah wawasan siswa akan Indonesia. Jika sobat tertarik sobat bisa langsung klik link berikut ini : Ruangguru.com.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi inteligensi adalah:
Faktor bawaan atau keturunan
Penelitian membuktikan bahwa korelasi nilai tes IQ dari satu keluarga sekitar 0,50. Sedangkan diantara 2 anak kembar, hubungan nilai tes IQnya cukup tinggi, sekitar 0,90. Bukti lainnya adalah pada anak yang diadopsi. IQ mereka berkorelasi sekitar 0,40 - 0,50 dengan ayah dan ibu yang sebenarnya, dan hanya 0,10 - 0,20 dengan ayah dan ibu angkatnya. Selanjutnya bukti pada anak kembar yang dirawat secara terpisah, IQ mereka memiliki hubungan yang sangat erat, meskipun mereka tidak kenal satu sama lain sebelumnya.
Faktor lingkungan
Walaupun ada ciri-ciri yang pada dasarnya sudah dibawa sejak lahir, ternyata lingkungan sanggup menimbulkan perubahan-perubahan yang berarti. Inteligensi tentunya tidak bisa terlepas dari otak. Perkembangan otak sangat dipengaruhi oleh gizi yang dikonsumsi. Selain gizi, rangsangan-rangsangan yang sifatnya kognitif emosional dari lingkungan juga memiliki peranan yang sangat besar.
Inteligensi dan IQ
Orang seringkali menyamakan arti inteligensi dengan IQ, padahal kedua istilah ini mempunyai perbedaan arti yang sangat mendasar. Arti inteligensi telah dijelaskan di depan, sedangkan IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient merupakan skor yang didapat dari suatu alat tes kecerdasan. Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Skor IQ awalnya diperhitungkan dengan melakukan perbandingan umur mental (Mental Age) dengan umur kronologik (Chronological Age). Bila kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu (umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1.
Skor tersebut selanjutnya dikalikan 100 dan digunakan sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan kemampuan.
Pengukuran Inteligensi
Pada tahun 1904, Alfred Binet dan Theodor Simon, 2 orang psikolog asal Perancis menciptakan suatu desain alat untuk evaluasi yang bisa dipergunakan untuk melakukan identifikasi terhadap murid-murid yang membutuhkan kelas-kelas khusus (anak-anak yang kurang begitu pandai). Alat tes itu dinamakan Tes Binet-Simon. Tes ini kemudian direvisi pada tahun 1911.
Tahun 1916, Lewis Terman, seorang psikolog dari Amerika mengadakan banyak perbaikan dari tes Binet-Simon. Sumbangan utamanya yaitu menentukan indeks numerik yang menyatakan kecerdasan sebagai rasio (perbandingan) antara mental age dan chronological age.
Hasil perbaikan ini disebut Tes Stanford_Binet. Indeks seperti ini sebetulnya telah diperkenalkan oleh seorang psikolog Jerman yang bernama William Stern, yang kemudian dikenal dengan Intelligence Quotient atau IQ. Tes Stanford-Binet ini banyak digunakan dalam melakukan pengukuran kecerdasan anak-anak hingga umur 13 tahun.
Salah satu reaksi atas tes Binet-Simon atau tes Stanford-Binet adalah bahwa tes itu terlalu umum. Seorang tokoh dalam bidang ini, Charles Sperrman menyatakan bahwa inteligensi tidak hanya terdiri dari faktor umum saja (general factor), melainkan juga terdiri dari faktor-faktor yang jauh lebih spesifik. Teori ini disebut Teori Faktor (Factor Theory of Intelligence).
Alat tes yang dikembangkan berdasarkan teori faktor ini adalah WAIS (Wechsler Adult Intelligence Scale) bagi orang dewasa, dan WISC (Wechsler Intelligence Scale for Children) bagi anak-anak.
Di samping alat-alat tes di atas, banyak dikembangkan alat tes dengan tujuan yang lebih spesifik, sesuai dengan tujuan dan kultur di mana alat tes tersebut dibuat.
Inteligensi dan Bakat
Inteligensi merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-kemampuan yang detail ini memberikan individu suatu keaddan yang memungkinkan untuk tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau ketrampilan khusus setelah melalui suatu percobaan.
Inilah yang disebut Bakat atau Aptitude. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera diketahui lewat tes inteligensi.
Alat yang dipakai untuk menyingkap kemampuan khusus ini disebut dengan tes bakat atau aptitude test. Tes bakat yang dirancang untuk mengungkap prestasi belajar pada bidang tertentu dinamakan Scholastic Aptitude Test dan yang dipakai di bidang pekerjaan adalah Vocational Aptitude Test dan Interest Inventory.
Contoh dari Scholastic Aptitude Test yaitu tes Potensi Akademik (TPA) dan Graduate Record Examination (GRE). Sedangkan contoh dari Vocational Aptitude Test atau Interest Inventory adalah Differential Aptitude Test (DAT) dan Kuder Occupational Interest Survey.
Inteligensi dan Kreativitas
Kreativitas merupakan salah satu ciri dari perilaku yang inteligen karena kreativitas juga merupakan manifestasi dari suatu proses kognitif. Meskipun demikian, hubungan antara kreativitas dan inteligensi tidak selalu menunjukkan bukti-bukti yang memuaskan.
Walau ada anggapan yang menyatakan kreativitas memiliki korelasi yang bersifat kurva linear dengan inteligensi, tapi bukti-bukti yang didapat dari berbagai penelitian tidak mendukung hal itu. Skor IQ yang rendah memang diikuti oleh tingkat kreativitas yang rendah pula.
Namun semakin tinggi nilai IQ, tidak mesti diikuti tingkat kreativitas yang juga tinggi. Sampai pada skor IQ tertentu, masih terdapat korelasi yang cukup berarti. Tetapi lebih tinggi lagi, ternyata tidak dijumpai adanya korelasi antara IQ dengan tingkat kreativitas.
Para ahli telah berusaha mencari tahu mengapa ini terjadi. J. P. Guilford menjelaskan bahwa kreativitas adalah suatu proses berpikir yang sifatnya divergen, yaitu kemampuan untuk memberikan berbagai alternatif jawaban berdasarkan informasi yang telah diberikan sebelumnya.
Sebaliknya, tes inteligensi hanya dirancang untuk mengukur proses berpikir yang bersifat konvergen, yaitu kemampuan untuk memberikan satu jawaban atau kesimpulan yang logis berdasarkan informasi yang diberikan.
Ini merupakan dampak dari pola pendidikan tradisional yang mana kurang memperhatikan aspek pengembangan proses berpikir secara divergen walau kemampuan ini terbukti memilik peran didalam berbagai kemajuan yang dicapai oleh ilmu pengetahuan.
Nah sekian artikel dari saya mengenai Pengertian Inteligensi dan IQ serta Perbedaan, semoga bermanfaat dan jangan lupa untuk like dan share artikel ini ya jika memang bermanfaat untuk sobat. Terima kasih.
0 Komentar untuk "Pengertian Inteligensi dan IQ serta Perbedaan"